Opini

Jumat, 12 Agustus 2011

Krisis sebagai Peluang Ekonomi

0 komentar
 
Oleh: Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai DEMOKRAT*


Krisis utang yang kini melanda Amerika Serikat dan negaranegara Eropa tidak akan berdampak secara serius pada perekonomian Indonesia.Sebaliknya, krisis ini bisa menjadi momentum penguatan ekonomi nasional.  

Hal ini didasari oleh kebijakan makroekonomi yang solid, kepercayaan investor pada pembangunan fisik, booming harga komoditas dunia,pertumbuhan konsumsi yang intensif, dan pertumbuhan kelas menengah. Fundamental ekonomi Indonesia saat ini berada pada kondisi terbaik selama 10 tahun terakhir. 

Data makro terakhir menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia mencapai USD122,7 miliar, setara dengan nilai impor selama 8 bulan. Angka tertinggi yang pernah dicapai dalam sejarah Indonesia modern. Dari sisi harga, laju inflasi tahun kalender (year-to-date) 2011 tercatat sebesar 1,74% dan inflasi tahun berjalan (year-on-year) sebesar 4,61%. 

Angka ini sesuai dengan asumsi yang dicanangkan di APBN 2011 sebesar 5,3% dan menunjukkan terkendalinya tingkat harga. Inflasi yang terkendali menyebabkan stabilnya penetapan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI)-rate di angka 6,75%. Pergerakan kurs rupiah juga menunjukkan tren terus meningkat.

Rupiah saat ini berada pada kisaran Rp8.500/USD yang merupakan posisi terkuat selama beberapa tahun terakhir. Satu hal yang menarik adalah bahwa penguatan kurs ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya realisasi investasi yang pada kuartal II-2011 telah tumbuh 10% ke angka Rp116 triliun. 

Peningkatan investasi ini tentu terjadi berkat semakin meluasnya kepercayaan investor domestik dan asing terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Demikian pula dari sisi anggaran, tingkat defisit Indonesia berada di kisaran 2%.

Angka ini tergolong rendah ketimbang angka defisit Amerika Serikat (AS) atau negara-negara Eropa yang memiliki masalah, yang melebihi angka 10% dari produk domestik bruto (PDB). Pada saat yang sama, rasio utang terhadap PDB Indonesia tercatat sebesar 25,5%.

Angka ini jauh lebih rendah dari rasio utang AS yang mencapai 98,5% atau Yunani yang sebesar 117%. Ada lagi Italia sebesar 100%,kemudian Irlandia 85%, Portugal 80%, dan Spanyol 51%. Dari sisi agregat,PDB Indonesia pada triwulan II/2011 tumbuh sebesar 6,5% dibandingkan PDB triwulan II/2010 (YoY). 

Pertumbuhan ini tergolong sebagai pertumbuhan tertinggi di dunia, bukan hanya dibandingkan dengan AS atau negara-negara Eropa yang kini bermasalah, tetapi juga bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Laporan Asian Development Bank (ADB) yang tercantum dalam Asia Economic Monitor (AEM) Report pada Juli 2011 menyebutkan Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan Malaysia, Filipina, dan Thailand

Singkatnya, dari sisi fundamental ekonomi, tidak ada yang patut dikhawatirkan akan adanya dampak domestik dari krisis utang yang dialami AS dan Eropa. Dampak dari transmisi krisis utang di AS dan Eropa melalui perdagangan terhadap perekonomian Indonesia juga tidak perlu ditakutkan. 

Porsi perdagangan Indonesia ke AS tidak lebih dari 10%, juga ke negara-negara Eropa hanya mencapai 13% dengan angka yang terus mengalami penurunan. Transmisi melalui perdagangan juga semakin tidak relevan saat ini. Beberapa penyebabnya adalah kompetisi yang menyebabkan fleksibelnya terms-of trade antarnegara. 

Selain itu, pelemahan permintaan memerlukan jangka waktu panjang.Ini karena adanya efek J-curve di mana apresiasi atau depresiasi mata uang lebih dari cukup menopang permintaan untuk mengembalikan permintaan, selain fenomena back-to-back exports yang kerap dipraktikkan oleh perusahaan transnasional. 

Basis Perekonomian 

Indonesia pun berada pada posisi aman terhadap dampak krisis utang ini melalui transmisi keuangan, bahkan diuntungkan. Kondisi perbankan nasional sehat dengan rasio kecukupan modal jauh di atas 8% secara rata-rata. 

Begitu juga sebagai negara dengan basis perekonomian pertanian dan SDA serta porsi konsumsi domestik yang tinggi, perekonomian Indonesia akan lebih sulit untuk terguncang. Krisis utang AS justru akan menyebabkan booming harga komoditas yang menguntungkan Indonesia. Perekonomian Indonesia juga berbasis usaha kecil dan menengah yang terus mengalami pertumbuhan dari segi aset dan kontribusi mereka terhadap PDB. 

Ditambah dengan pertumbuhan kelas menengah (57% dari total penduduk) yang terjadi lebih dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menjamin tetap tingginya tingkat konsumsi, dus tingkat pertumbuhan di masa datang. Lebih jauh, krisis utang yang terjadi di AS dan Eropa akan menyebabkan limpahan investasi ke Indonesia

Seperti juga terjadi pada 2009, akan terdapat relokasi modal ke Indonesia yang terus mengalami perbaikan rating sebagai negara tujuan investasi. Sementara negara-negara maju yang bermasalah akan mengalami penurunan. 

Bursa Efek Indonesia yang mengalami rebound cepat pada saat pasar modal di negara-negara lain mengalami penurunan mengindikasi kebenaran dugaan ini. Terlepas dari jauhnya risiko guncangan yang ada, tiga hal harus dilakukan sebagai antisipasi. Pertama,mempercepat proses implementasi jaring pengaman sistem keuangan nasional yang sudah dirancang dengan sangat baik oleh pemerintah.

Kedua, memperbesar daya serap perekonomian terhadap investasi dan pembukaan pasar bagi komoditas-komoditas nasional. Ketiga, yang krusial adalah memperluas implementasi program-program prorakyat. Program-program ini telah terbukti mampu menjadi jaring pengaman dan mengangkat tingkat kesejahteraan rakyat banyak. 

Penambahan satu kluster baru dalam skema program prorakyat pemerintah melalui program kredit nelayan, kredit petani, pengadaan air bersih, kredit untuk orang miskin perkotaan. Listrik murah, rumah sangat murah, angkutan umum sangat murah akan sangat bermanfaat di masa transisi.


Dengan ketiga hal ini, krisis utang yang terjadi di negara maju justru akan menjadi manfaat bagi perekonomian Indonesia.



*Artikel ini dimuat Harian Seputar Indonesia, Jum'at 12/08/2011.

Leave a Reply