Opini

Jumat, 12 Agustus 2011

SIKAP Jurnal Nasional: Bersiap Diri Hadapi Krisis

0 komentar
 

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika dan Eropa telah menyebabkan kekhawatiran dunia. Harga-harga saham di berbagai belahan dunia sempat anjlok karena tidak yakin dengan masa depan perekonomian. Krisis sebelumnya yang berlangsung 2008 pun masih belum tuntas benar, kini datang lagi kesulitan ekonomi yang mengancam penurunan kesejahteraan warga dunia.

Amerika, yang merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar pun ternyata goyah, setelah Standard & Poor's (S&P) menurunkan peringkat utang AS dari AAA menjadi AA+. Bahkan, Ketua Komite Rating S&P John Chambers menyatakan jika keuangan Amerika terus memburuk, dalam enam hingga 24 bulan ke depan, pihaknya akan menurunkan kembali peringkat utang negara Paman San itu.

Besar atau kecil, perekonomian Indonesia juga terpengaruh. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia juga sempat mengalami penurunan beberapa hari terakhir. Kemarin (11/8), IHSG ditutup pada 3.850,759 poin, padahal sebelum krisis, IHSG sempat melampaui 4.000 poin.

Beberapa analisis menyatakan, penurunan harga saham di pasar modal Indonesia dan negara Asia itu bersifat sementara, hanya gejolak sesaat. Secara umum, Indonesia cukup kuat mengahdapi krisis. International Finance Corporation (IFC) menilai perekonomian Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia tidak banyak terpengaruh oleh krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa.

Seperti yang diugkapkan Direktur IFC untuk Asia Timur dan Pasifik Sergio Pimenta, negara Asia sudah belajar dari krisis ekonomi 2008. Dia mengatakan, jika Indonesia bisa menjaga konsumsi domestiknya, maka pertumbuhan bisa dijaga.

Sergio menuturkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan peranan cukup penting bagi perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi yang terjaga akan menjadi salah satu kekuatan perekonomian internasional.

Country Manager IFC Indonesia Adam Sack mengungkapkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup menjanjikan. Agar petumbuhan Indonesia terjaga, Adam menyatakan pemerintah perlu memberikan perhatian pada pertumbuhan infrastruktur, masalah pertanahan demi meingkatkan kepastian investasi.
Bank Pembangunan Asia (ADB) juga tetap optimis dengan pertumbuhan ekonomi Asia. Dalam laporan tahunan mengenai pasar modal Asia, analis ADB memperkirakan Asia tumbuh 7 persen untuk 2011 dan 2012.

Iwan Azis, Kepala Kantor ADB urusan Integrasi Ekonomi Regional, memperkirakan setelah gejolak ekonomi tenang kembali, arus modal akan terus masuk ke wilayah Asia. Tapi masuknya modal asing juga bisa bedampak negatif jika terlalu menguatkan mata uang Asia terhadap dolar Amerika. Industri yang bergantung pada ekspor ke Amerika dan Eropa akan sulit bersaing. Ini berarti para pengekspor harus mengalihkan tujuan dagangnya ke kawasan lain seperti China dan India.

Meskipun Indonesia dipandang kuat menghadapi krisis, tapi antisipasi harus tetap dilakukan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 telah mengantisipasi semua kemungkinan termasuk risiko gejolak keuangan yang melanda dunia saat ini.

Presiden mengatakan pemerintah telah bekerja sama dengan otoritas moneter. Diharapkan dunia usaha di seluruh daerah juga mempersiapkan diri untuk mengantisipasi datangnya krisis lebih lanjut, meski itu tak diharapkan. Untuk itu Presiden memerintahkan kepada jajaran Kementerian Perekonomian untuk terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kalangan dunia usaha di seluruh daerah.

Pemerintah telah menyiapkan kebijakan seperti yang telah dilakukan ketika menghadapi krisis keuangan global pada 2008. Dengan cara ini, ekonomi Indonesia tidak kehilangan momentum untuk terus tumbuh menuju prospek yang lebih baik.

Sumber: Harian Jurnal Nasional, Jum'at 12/08/2011.

Leave a Reply